”Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS Ali Imran ayat 140)
Agar ummat Islam benar-benar memahami dan menghayati Sunnatu At-Tadaawul, maka melalui ayat ini Allah mengkaitkannya dengan kejadian perang Uhud yang dialami kaum muslimin. Perang Uhud merupakan perang kedua setelah perang Badar. Di dalam perang Badar para sahabat meraih kemenangan padahal mereka hanya berjumlah 313 personel melawan kaum kafir musyrik Quraisy yang berjumlah 1000 personel. Sedangkan dalam perang berikutnya, yaitu perang Uhud kaum muslimin pada tahap awal perang sesungguhnya meraih kemenangan. Namun begitu pasukan pemanah meninggalkan pos pertahanan di bukit Uhud, maka segera situasinya berbalik. Allah malah akhirnya mengizinkan kemenangan berada di fihak kaum kafir musyrik Quraisy sedangkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallamdan para sahabat harus menderita kekalahan.
Sehingga Allah berfirman:
”Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka (penderitaan kekalahan), maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka (penderitaan kekalahan) yang serupa.”
Janji Allah adalah nyata. Pergiliran kepemimpinan adalah Sunatullah yang harus dilakoni sebagai bagian dari kehidupan manusia di muka bumi.
”Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia…” (QS Ali Imran ayat 140)
Rasionalisasi dengan keadaan saat ini
Sembilan Desember besok bisa dikatakan hari yang menentukan nasib di sebagian besar daerah di Indonesia. Pemilukada akan dilaksanakan secara serentak oleh lebih dari 200 kota dan kabupaten se-Indonesia ini adalah momentum yang sangat penting. Kenapa? Di beberapa daerah, bisa jadi pemilukada tahun ini adalah “pertempuran” haq dan bathil, karena kejelasan status agama dan golongan pada masing-masing pasangan calon.
Suhu menjelang Pemilu setiap tahunnya selalu diwarnai dengan ketegangan. Tidak hanya pasangan calon yang diliputi rasa tegang menantikan hasil pemilu, juga dengan para tim sukses dan simpatisan yang sudah bekerja cukup lama untuk mendapatkan hasil yang diharapkan: MENANG.
Para elit tegang, masyarakat juga ikut tegang. Menantikan siapa yang akan menjadi pemimpinnya lima tahun ke depan, yang tentunya akan berpengaruh besar kepada arah hidup dan kehidupan dalam kurun waktu yang relatif lama.
Moment semacam ini tentu bisa menjadi hal yang cukup sensitif bagi masyarakat, juga bagi para pihak yang cukup cerdik meramu issue dan media. Tidak tanggung-tanggung, issue-issue berbau sara dan kepentingan suatu agama dan golongan dibawa-bawa.
Lepas dari apapun tanggapin miring tentang dilaksakannya pemilukada serentak, saatnya sebagai warga negara yang baik, yang cinta agama, bangsa dan negara harus terlibat dalam hajatan besar ini. Karena satu suara sangat berpengaruh pada nasib daerah kita masing-masing dalam lima tahun ke depan.
Dari perang Badar dan perang Uhud, kita belajar banyak hal. Salah satunya, bahwa sudah menjadi Sunatullah pergiliran sebuah kepemimpinan. Bisa jadi kita kecewa atau tidak puas dengan suatu rezim kepemimpinan. Atau bisa jadi kita adalah golongan yang tidak menghendaki pola kepemimpinan pada suatu rezim. Namun semua itu adalah bagian dari konsekuensi kita sebagai ummat dan warga yang paham dan mengerti terhadap konsep kontribusi terhadap agama dan bangsa.
Masa kampanye-pun selesai. Para pasangan calon sedang duduk manis manis menanti waktu pencoblosan. Dalam hitungan jam, nasib mereka sebagai calon kepala daerah dan nasib daerah yang akan mereka pimpin akan ketahuan. Sebuah ekspektasi yang amat besar tentunya.
Maka melalui moment pemilukada ini, kita apresiasi kesempatan yang sudah diamanahkan kepada masing-masing kita untuk memanfaatkannya dengan baik. Pilihlah pemimpin yang baik agama dan wataknya.
Terhadap apapun yang terjadi, sejatinya perang badar dan perang uhud lah menjadi refleksi kita, jika kita dalam golongan orang-orang yang berfikir.
Muslim cerdas, ikut memilih. Umar Ibn Khatab berkata: “Bukan termasuk orang berakal, jika hanya mengetahui dan memisahkan antara sesuatu yang baik dan yang buruk. Lebih dari itu, seorang manusia seharusnya mengerti dan bisa memisahkan sesuatu yang paling ringan dari dua keburukan”.
Sumber : https://www.facebook.com/notes/kammi-bali/pesan-cinta-dari-kammi-pemilu-bersih-jangan-golput/619590164848217
0 komentar :
Posting Komentar